Minggu, November 11, 2007

Perluasan Bandara Ngurah Rai, antara Impian dan Kenyataan

oleh Marthen Welly

SEJAK didirikan Bandara Ngurah Rai telah menuai kritik, karena landasan pacunya yang sebagian didirikan dengan mereklamasi laut di wilayah Tuban, Bali Selatan itu ditunding sebagai salah satu penyebab terjadinya abrasi yang cukup parah di pantai Kuta. Akibat landasan pacu yang menjorok ke laut, sehingga arah arus yang semula dapat mencapai bibir pantai Tuban, berbelok arah membentur pantai Kuta sehingga menyebabkan abrasi.

Beberapa hal perlu dikaji apakah perluasan Bandara Ngurah Rai lebih banyak memberi manfaat buat Bali atau justru banyak menimbulkan masalah. Grand design pariwisata Bali jangka panjang pun sangat erat terkait dengan kebutuhan lapangan terbang yang memadai, aman, dan modern. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah, apakah saat ini Bandara Internasional Ngurah Rai sudah tidak mampu lagi mengakomodasi pesawat-pesawat yang datang membawa para turis baik domestik maupun mancanegara? Lantas apakah kapasitas daya dukung lingkungan di Bali siap jika proyeksi kedatangan para turis ke Bali akan ditingkatkan dua kali lipat dari katakanlah 5.000 orang turis per hari menjadi 10.000 orang turis per hari dalam kurun waktu 5-10 tahun mendatang misalnya?

Jika landasan pacu Bandara Ngurah Rai harus diperpanjang, pilihannya adalah kembali mereklamasi laut atau mengorbankan hutan bakau (mangrove). Dari sisi lingkungan hal ini sangat tidak menguntungkan. Saat ini di tengah isu pemanasan global dan meningkatnya permukaan air laut akibat melelehnya es di kutub, negara-negara kepulauan di dunia tengah bersiap-siap untuk melindungi pulau mereka. Terumbu karang, padang lamun dan hutan bakau adalah benteng alami yang wajib dipertahankan untuk menghambat empasan gelombang atau naiknya air laut ke daratan. Pantai utara Jakarta adalah contoh nyata, akibat hutan bakau banyak dikonversi menjadi perumahan dan tempat industri, maka belakangan ini air laut kerap naik ke daratan dan menyebabkan banjir. Hal ini dapat juga terjadi di Bali Selatan, jika hutan bakau yang ada terus dikonversi menjadi perumahan, sarana wisata, termasuk bandara. Hutan bakau juga merupakan benteng alami yang dapat mengurangi empasan air laut jika tsunami terjadi.

Konflik kepemilikan lahan antara pihak hotel dan restoran dengan masyarakat, kian kerap terdengar. Meningkatnya jumlah turis yang datang ke Bali, menuntut tersedianya sarana yang memadai termasuk hunian kamar di hotel atau resort. Akibatnya hotel-hotel baru terus dibangun, dan konversi lahan-lahan pertanian juga terus berlangsung, demikian juga dengan pantai. Secara sosial kedatangan jumlah turis yang semakin banyak, juga perlu diimbangi dengan peningkatan pengamanan. Kejahatan yang dilakukan para turis juga sering kita dengar mulai dari penggunaan dan peredaran obat-obatan terlarang hingga perbudakan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.

Masih segar di ingatan dan berlangsung hingga saat ini perjuangan Pemda Bali untuk mendapatkan porsi pembagian pendapatan yang lebih besar dari Bandara Ngurah Rai. Secara ekonomi, pendapatan dari Bandara Ngurah Rai justru lebih banyak dinikmati oleh pusat, sementara Bali sang pemilik lahan tidak mendapatkan keuntungan yang signifikan. Di sisi lain, dampak-dampak yang ditimbulkan akibat keberadaan Bandara Ngurah Rai sepenuhnya harus ditanggung oleh Bali.

Berdasarkan beberapa argumentasi tersebut, jelaslah bahwa keinginan untuk memperluas Bandara Internasional Ngurah Rai perlu dikaji ulang, paling tidak ditunda sampai menemukan alternatif yang lebih baik. Jika kebutuhan bandara semakin tinggi untuk mengantisipasi kenaikan jumlah turis yang datang ke Bali di masa-masa yang akan datang, salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan adalah membuat bandara baru di Bali Utara. Hal ini bukan saja akan dapat membagi beban yang saat ini dihadapi oleh Bandara Internasional Ngurah Rai, akan tetapi juga mempercepat pemerataan pembangunan di Bali Utara, termasuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat di Bali Utara.

Pertimbangan perluasan Bandara Internasional Ngurah Rai hendaknya tidak didasarkan pada mimpi bahwa Bali akan menjadi tujuan pariwisata terbesar di Asia, apalagi demi menaikkan prestise semata. Akan tetapi berdasarkan perhitungan-perhitungan matang berdasarkan kenyataan yang ada saat ini.

sumber : http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/11/10/o3.htm

Tidak ada komentar: