Rabu, November 07, 2007

Global Warming dan Terumbu Karang

Oleh Marthen Welly

Akhir-akhir ini pembicaraan mengenai pemanasan global (global warming) yang mengakibatkan perubahan iklim (climate change) kian ramai dibicarakan dan menjadi pusat perhatian dunia. Terlebih lagi, pada bulan Desember yang akan datang, perhelatan tingkat dunia mengenai perubahan iklim akan diadakan di Bali dibawah koodinasi perserikatan bangsa-bangsa. Pertemuan akbar yang disebut COP 13 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) akan dihadiri kurang lebih perwakilan pemerintahan 120 negara dan sekitar 10.000 peserta.

Pada intinya agenda utama UNFCCC adalah mempersiapkan bumi kita ini agar dapat mengurangi pemanasan global dan mengatasi dampaknya. Beberapa isu utama yang akan dibahas seperti kerusakan hutan,perdagangan karbon, dan penerapan protokol Kyoto. Sejauh ini hutan dipercaya sebagai paru-paru dunia yang dapat mengikat emisi karbon yang dilepaskan ke udara oleh pabrik-pabrik industri, kendaraan bermotor, kebakaran hutan, asap rokok dan banyak lagi sumber-sumber emisi karbon lainnya, sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.

Indonesia sebagai negara yang memiliki hutan cukup luas di dunia, sangat memainkan peran penting untuk bisa menjaga paru-paru dunia. Namun sesungguhnya Indonesia yang 2/3 wilayahnya adalah lautan, juga memiliki fungsi dan peran cukup besar dalam mengikat emisi karbon, bahkan dua kali lipat dari kapasitas hutan. Emisi karbon yang sampai ke laut, diserap oleh phytoplankton yang jumlahnya sangat banyak dilautan, dan kemudian ditenggelamkan ke dasar laut atau diubah menjadi sumber energi ketika phytoplankton tersebut dimakan oleh ikan dan biota laut lainnya.

Namun, pemanasan global juga membawa ancaman terhadap terumbu karang Indonesia, yang merupakan jantung kawasan segitiga karang dunia (heart of global coral triangle). Pemanasan global telah meningkatkan suhu air laut sehingga terumbu karang menjadi stress dan mengalami pemucatan/pemutihan (bleaching).Jika terus berlangsung terumbu karang tersebut akan mengalami kematian. Disisi lain coral triangle memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Lebih dari 120 juta orang hidupnya bergantung pada terumbu karang dan perikanan di kawasan tersebut. Coral triangle yang meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor leste, Papua New Guinea and Kepulauan Salomon ini, merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia, khususnya terumbu karang.

Melihat peran dan posisinya yang strategis, maka President Republik Indonesia – Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan APEC di Sydney baru-baru ini, telah mengumumkan sekaligus mengajak negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Pacific untuk menjaga dan melindungi kawasan segitiga karang dunia yang dikenal dengan nama Coral Triangle. Indonesia bersama lima negara lainnya yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea and Kepulauan Salomon mengumumkan sebuah inisiatif perlindungan terumbu karang yang disebut Coral Triangle Initiative (CTI). Ke-enam negara yang tergabung dalam CTI disebut sebagai CT6. Inisiatif ini juga telah mendapatkan dukungan dan respon yang positif dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Australia.

Coral triangle adalah sebuah kawasan di Asia-Pacific yang dalam 2 dekade belakangan ini menjadi pusat penelitian para ahli kelautan dunia. Pada tahun 2005, The Nature Conservancy Coral Triangle Center (TNC-CTC) – sebuah lembaga konservasi internasional yang juga menjalankan programnya di Indonesia dan negara-negara pacific, mengadakan sebuah workshop internasional di Bali dengan dihadiri para pakar kelautan dunia, dengan tujuan untuk menetapkan batas cakupan wilayah coral triangle. Pada akhir workshop,para pakar kelautan berhasil memetakan coral triangle yang mencakup 6 negara dengan luas total terumbu karang 75.000 Km2. Indonesia sendiri memiliki luas terumbu karang sekitar 51.000 Km2 yang menyumbang lebih dari 21% luas terumbu karang dunia.

Departemen Kelautan dan Perikanan, TNC-CTC, WWF Indonesia, dan Departemen Kehutanan secara bersama-sama menggagas CTI. Dan saat ini CTI telah menjadi salah satu agenda utama Indonesia bersama 5 negara lainnya. CTI akan lebih disuarakan dan disosialisasikan selama pertemuan UNFCCC sehingga mendapatkan dukungan yang lebih besar dari masyarakat internasional.

Perlindungan terhadap keanekaragaman hayati laut, terutama terumbu karang melalui CTI sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan dan upaya mengurangi kemiskinan. Mengingat fungsi penting terumbu karang adalah sebagai tempat berkembang-biak, mencari makan dan berlindung bagi ikan dan biota laut lainnya. Jika terumbu karang terjaga baik, maka sumber perikanan juga akan terus memberikan pasokan makanan bagi manusia, termasuk sumber protein. Ditambah lagi fungsi terumbu karang juga adalah sebagai pelindung alami pantai dari gempuran ombak dan aset pariwisata bahari.

Suatu langkah yang tepat dan strategis jika Indonesia berinisiatif untuk menyuarakan sekaligus memimpin CTI, mengingat Indonesia merupakan negara dengan luas terumbu karang terluas dan keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia. Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia sekitar 81.000 Km yang melingkupi lebih dari 17.500 pulau. Berdasarkan penelitian TNC-CTC dan para mitranya pada tahun 2002, kepulauan Raja Ampat di Papua Barat, Indonesia memiliki 537 jenis karang yang merupakan jumlah tertinggi di dunia, dan merupakan 75% jenis karang dunia yang pernah ditemukan. Jika Indonesia tidak menyuarakan dan mengambil inisiatif untuk perlindungan terumbu karang di coral triangle, maka negara-negara lain seperti Philipina atau Malaysia yang akan menyuarakan sekaligus memimpin CTI. Dengan memimpin CTI, Indonesia mendapatkan peran dan posisi penting dalam upaya perlindungan terumbu karang dunia. Sekaligus melindungi aset bangsa yang tak ternilai harganya.

Pembentukan jejaring Kawasan Perlindungan Laut (KPL) yang tangguh dan dikelola secara efektif merupakan bentuk nyata dari impelementasi CTI. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melindungi paling tidak 10 juta hektar laut di perairan Indonesia pada tahun 2010. Saat ini paling tidak 5 juta hektar telah dibentuk KPL di Indonesia yang meliputi Kepulauan Raja Ampat, TN Teluk Cendrawasih, Kepulauan Wakatobi, Kepulauan Derawan, TN Komodo, TN Bunaken, TN Karimunjawa, TN Kepulauan Seribu, dan TN Takabonerate.

sumber : www.indonesiareef.com
www.balebengong.net

Tidak ada komentar: