Jumat, September 21, 2007

Deklarasi 7 Kawasan Perlindungan Laut Raja Ampat

by Marthen Welly

Tim The Nature Conservancy (TNC) Raja Ampat bersama dengan mitra memfasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat dan Dewan Adat Raja Ampat dalam deklarasi tujuh KPL baru di Raja Ampat. Ketujuh KPL di Raja Ampat tersebut meliputi Kofiau-Boo, Misool Timur Selatan, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, Wayag, Sayang-Piai, dan Ayau, dengan total luas 654.000 hektar.

Dibentuknya jaringan KPL di Raja Ampat ini dengan tujuan untuk melestarikan stok ikan dan sumberdaya pesisir penting seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Jika sumberdaya tersebut dilestarikan, maka dapat memberikan manfaatnya secara terus-menerus bagi masyarakat Raja Ampat secara berkelanjutan. Ibarat sebuah bank, maka KPL dapat memberikan bunga dalam bentuk ikan-ikan baru secara terus-menerus bagi perairan sekitarnya sepanjang induk ikan dan tempat bertelur ikan tidak diganggu. Induk ikan diibaratkan sebagai modal pokok di bank.

Raja Ampat sendiri memiliki luas kurang lebih 4 juta hektar yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Raja Ampat meliputi 610 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Kepulauan ini dikenal sebagai jantung segitiga karang dunia (Coral Triangle), berdasarkan kajian ilmiah ekologi secara cepat TNC (2002) dan Concervation International (2001), dengan melibatkan pada ahli biologi laut dunia, ditemukan sekitar 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan. Hasil kajian tersebut membuktikan Raja Ampat sebagai kepulauan dengan keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia, dimana jumlah jenis karang yang ditemui mencakup 75% jenis karang yang pernah diketahui di dunia.

Manfaat lain dari KPL jika dikelola secara efektif adalah keindahan panorama bawah laut dengan terumbu karang dan ikan yang berwarna-warni merupakan atraksi wisata bahari yang sangat menarik bagi para wisatawan untuk berenang, snorkeling atau menyelam. Karena bagusnya, saat ini banyak turis berkunjung ke Raja Ampat dengan menggunakan liveaboard atau menginap di resort yang ada di pulau Waigeo. Hal ini juga membawa manfaat bagi masyarakat Raja Ampat.

Akan tetapi, terumbu karang di Raja Ampat juga tak luput dari ancaman. Masih dijumpai nelayan dari luar Raja Ampat, datang menangkap ikan dengan menggunakan cara-cara yang merusak seperti bom dan sianida. Sebagai solusi terbaik yang ada saat ini, KPL merupakan salah satu metode untuk melindungi sumberdaya pesisir termasuk terumbu karang dari para perusak. Dalam KPL dibuat pembagian wilayah peruntukan yang biasa disebut zonasi, badan pengelola, patroli bersama, rencana pengelolaan dan pendanaan secara mandiri. Pengelolaannya sendiri dilakukan secara kolaborasi antara PemKab dan masyarakat Raja Ampat dengan didukung oleh LSM, akademisi dan sektor swasta.

fotografer : Marthen Welly
sumber : www.indonesiareef.com

Taman Nasional Komodo

by Marthen Welly

Taman Nasional Komodo selain terkenal dengan hewan purba-endemik Komodo (Varanus komodoensis), juga memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan oleh The Nature Conservancy (TNC), terdapat lebih dari 385 jenis karang penyusun terumbu, 1000 jenis ikan karang, 70 jenis sponge, 18 jenis paus dan lumba-lumba, pari-manta, dan penyu.

Disisi lain, hewan darat yang banyak dijumpai di TN Komodo yaitu rusa timor, burung gosong, burung kakak tua jambul kuning, kerbau liar, dan babi hutan. Karena keunikannya, sejak tahun 1991, TN Komodo dicanangkan sebagai Cagar Alam Warisan Dunia (World Heritage Site) oleh UNESCO.

Curah hujan yang sedikit, menjadikan TN Komodo sangat khas dengan padang savana dan bukit-bukit cadas berwarna coklat. Sangat kontras dengan kondisi perairannya yang jernih berwarna hijau kebiruan. Pemandangan menakjubkan ini merupakan surga bagi para wisatawan, photographer dan film-maker yang berkunjung kesana untuk menikmatinya dan berburu gambar-gambar eksotik selain komodo dan terumbu karang.

Terdapat tiga pulau utama di TN Komodo yaitu pulau Komodo, Rinca dan Padar selain puluhan pulau kecil disekitarnya. TN Komodo memiliki luas total 180.000 hektar, terdiri dari 60.000 hektar luas daratan dan 120.000 hektar luas perairan. Kurang lebih 3000 penduduk tinggal di empat desa yang terdapat didalam TN Komodo. Penduduk yang mayoritas berasal dari etnik bajo, bima, dan bugis tersebar di kampung Komodo, Rinca, Papagaran dan Kerora.

Bagi para pecinta dunia bawah laut, terdapat lebih dari 100 dive-site di TN Komodo, mulai dari yang berarus-tenang hingga yang berarus sangat kencang. Pantai merah di pulau Komodo yang biasa disebut dengan pink-beach oleh para turis mancanegara merupakan salah satu tempat terbaik untuk melakukan snorkeling dan penyelaman. Beberapa site penyelaman yang layak dicoba oleh para penyelam dengan kemahiran advance seperti batu bolong, karang makasar, gili lawa laut, gili lawa darat, crystal-rock, tatawa kecil, pulau indihang, padar, loh-sera dan batu tiga.

Saat ini Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) sedang berproses menuju pengelolaan Taman Nasional secara kolaborasi dan mandiri secara pendanaan. PT. Putri Naga Komodo (PNK) merupakan mitra utama BTNK untuk menjalankan proses tersebut. Pendanaan secara mandiri dilakukan dengan mengelola dana sumbangan konservasi (conservation fund) yang dipungut dari setiap pengunjung dan sepenuhnya digunakan kembali untuk pengelolaan TN Komodo, termasuk upaya-upaya konservasi, kegiatan pariwisata alam, dan pemberdayaan masyarakat. Saat ini setiap tahunnya rata-rata 20.000 wisatawan datang berkunjung ke TN Komodo

fotografer : Marthen Welly/TNC
sumber : www.indonesiareef.com

Rabu, September 19, 2007

Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

by Marthen Welly

Kepulauan Wakatobi terletak di Sulawesi Tenggara. Kata Wakatobi sendiri berasal dari dari 4 pulau utama yaitu Wanci, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Terdapat puluhan pulau-pulau kecil lainnya disekitarnya. Mayoritas penduduk yang tinggal di kepulauan ini adalah suku Bajo dan Liya. Untuk berkunjung ke Wakatobi, diperlukan perjalanan kurang lebih 10 jam dengan menggunakan kapal penumpang dari Kendari menuju Wanci (ibukota Kabupaten Wakatobi). Alternatif lain adalah menggunakan kapal cepat kurang lebih 4 jam dari Kendari menuju Bau-Bau di pulau Buton dan dilanjutkan dengan kapal penumpang regular selama 6-8 jam menuju Wanci.

Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu tempat penyelaman terbaik di Indonesia dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikan yang tinggi (survey ilmiah FDC-IPB, 1994). Itu sebabnya mengapa pemerintah Indonesia, melalui Departemen Kehutanan menetapkan Kepulauan Wakatobi sebagai Taman Nasional pada tahun 1996 dengan total luas1,39 juta hektar. Hasil Rapid Ecological Assesment (REA) oleh program bersama kelautan TNC-WWF bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Kepulauan Wakatobi menunjukan terdapat lebih dari 396 jenis karang dan 590 jenis ikan di Wakatobi.

Salah satu pulau yang sering dikunjungi para penyelam adalah pulau Hoga. Pulau Hoga merupakan pulau kecil di utara pulau Kaledupa. Di pulau ini telah dikembangkan resort wisata dan penelitian. Setiap tahun banyak mahasiswa dan peneliti dari luar negeri datang melakukan penelitian atau praktek kerja lapang terkait terumbu karang dan ekosistem laut lainnya. Terdapat beberapa site penyelaman di pulau Hoga ini. Salah satu site yang sangat menarik adalah outer-pinnacle di Hoga channel yang berbentuk seperti punggung naga dan terdapat terowongan diujungnya pada kedalaman sekitar 120 feet.

Beberapa site penyelaman yang menarik untuk dicoba seperti Wanci, Karang Kaledupa yang merupakan karang penghalang terpanjang di Indonesia, kurang lebih 6 km sebelah utara pulau Kaledupa dan Tomia, Karang Anano di pulau Runduma atau biasa disebut pulau penyu karena pulau ini memang merupakan habitat penyu bertelur, Mari Mabuk di pulau Tomia yang memiliki banyak ikan dan arus cukup kencang, serta Kentiole dan Koromaho di pulau Binongko yang juga dikenal sebagai pulau Tukang Besi. Mayoritas dive-spot di Wakatobi memiliki contour drop-off atau wall.

foto : Anton Wijonarno/TNC
sumber : www.indonesiareef.com

Selasa, September 18, 2007

Paus Pembunuh - Orca di Raja Ampat

by Marthen Welly

Tim monitoring TNC Raja Ampat untuk kedua kalinya bertemu Paus Pembunuh (Orcinus orca) di kepulauan Raja Ampat. Pertemuan tersebut sangat berkesan mengingat Orca sangat jarang terlihat di perairan Indonesia dan seumur hidup baru kali ini mereka melihat secara langsung di alam. Orca dapat ditemui di hampir semua lautan di dunia, akan tetapi kebanyakan Orca hidup di daerah dingin dan memiliki ciri khas warna hitam dan putih pada bagian badannya.

Meskipun namanya paus pembunuh, tetapi Orca ini sebenarnya adalah salah satu dari keluarga lumba-lumba (Delphinidae). Dengan panjang rata-rata tujuh meter, menjadikan Orca keluarga lumba-lumba terbesar di dunia. Nama paus pembunuh diberikan, karena Orca memakan berbagai jenis ikan besar , anjing laut, singa laut, hiu dan paus. Julukan lain dari Orca adalah srigala laut.

Pertemuan pertama tim monitoring TNC terjadi tahun lalu tanggal 13 Oktober 2006 di sekitar pulau Kofiau, bagian barat Raja Ampat. Enam Orca melintas di antara pulau Kofiau dan kampung Deer. Pertemuan kedua terjadi pada tanggal 8 April 2006 di sekitar selat Dampier antara pulau Waigeo dan Batanta. Kali ini hanya 2 ekor Orca saja yang terlihat.

Masyarakat Raja Ampat sendiri sering melihat Orca dan mereka menyebut Orca dengan sebutan Rowetroyer. Masyarakat Raja Ampat sangat menghormati mamalia laut yang memiliki kecerdasan cukup tinggi ini, jika mereka sedang menangkap ikan di laut dan bertemu Orca, mereka akan segera menghentikan kegiatannya dan menepi ke pantai agar Orca tidak terganggu.

foto : adityo/TNC
sumber : www.indonesiareef.com

Raja Ampat : Deklarasi 7 Kawasan Perlindungan Laut

by Marthen Welly

Tim The Nature Conservancy (TNC) Raja Ampat bersama dengan mitra memfasilitasi Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat dan Dewan Adat Raja Ampat dalam deklarasi tujuh KPL baru di Raja Ampat. Ketujuh KPL di Raja Ampat tersebut meliputi Kofiau-Boo, Misool Timur Selatan, Waigeo Selatan, Teluk Mayalibit, Wayag, Sayang-Piai, dan Ayau, dengan total luas 654.000 hektar.

Dibentuknya jaringan KPL di Raja Ampat ini dengan tujuan untuk melestarikan stok ikan dan sumberdaya pesisir penting seperti terumbu karang, padang lamun dan mangrove. Jika sumberdaya tersebut dilestarikan, maka dapat memberikan manfaatnya secara terus-menerus bagi masyarakat Raja Ampat secara berkelanjutan. Ibarat sebuah bank, maka KPL dapat memberikan bunga dalam bentuk ikan-ikan baru secara terus-menerus bagi perairan sekitarnya sepanjang induk ikan dan tempat bertelur ikan tidak diganggu. Induk ikan diibaratkan sebagai modal pokok di bank.

Raja Ampat sendiri memiliki luas kurang lebih 4 juta hektar yang mencakup 12 Kecamatan dan 88 desa. Raja Ampat meliputi 610 pulau dengan 4 pulau utama yaitu Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Kepulauan ini dikenal sebagai jantung segitiga karang dunia (Coral Triangle), berdasarkan kajian ilmiah ekologi secara cepat TNC (2002) dan Concervation International (2001), dengan melibatkan pada ahli biologi laut dunia, ditemukan sekitar 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan. Hasil kajian tersebut membuktikan Raja Ampat sebagai kepulauan dengan keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia, dimana jumlah jenis karang yang ditemui mencakup 75% jenis karang yang pernah diketahui di dunia.

Manfaat lain dari KPL jika dikelola secara efektif adalah keindahan panorama bawah laut dengan terumbu karang dan ikan yang berwarna-warni merupakan atraksi wisata bahari yang sangat menarik bagi para wisatawan untuk berenang, snorkeling atau menyelam. Karena bagusnya, saat ini banyak turis berkunjung ke Raja Ampat dengan menggunakan liveaboard atau menginap di resort yang ada di pulau Waigeo. Hal ini juga membawa manfaat bagi masyarakat Raja Ampat.

Akan tetapi, terumbu karang di Raja Ampat juga tak luput dari ancaman. Masih dijumpai nelayan dari luar Raja Ampat, datang menangkap ikan dengan menggunakan cara-cara yang merusak seperti bom dan sianida. Sebagai solusi terbaik yang ada saat ini, KPL merupakan salah satu metode untuk melindungi sumberdaya pesisir termasuk terumbu karang dari para perusak. Dalam KPL dibuat pembagian wilayah peruntukan yang biasa disebut zonasi, badan pengelola, patroli bersama, rencana pengelolaan dan pendanaan secara mandiri.

Pengelolaannya sendiri dilakukan secara kolaborasi antara PemKab dan masyarakat Raja Ampat dengan didukung oleh LSM, akademisi dan sektor swasta.

foto : TNC-CTC
Sumber : http://www.indonesiareef.com/